Kepunahan massal terjadi antara dua titik puncak perubahan iklim yang diakibatkan metana di atmosfer dan karbon dioksida tetapi tidak terjadi secara bersamaan.
Ada
beberapa teori mengungkapkan kepunahan massal yang menyebabkan
musnahnya dinosaurus, dan mungkin bagi kitatidak asing dengan istilah
zaman es. Ada beberapa sumber yang saya temukan menyebutkan bahwa
kepunahan massal tidak hanya disebabkan letusan gunung vulkanik secara global, tetapi yang paling berpengaruh adalah perubahan iklim. Termasuk diantaranya mirip dengan pemanasan global yang terjadi saat ini.
Dalam sebuah artikel yang dimuat jurnal ilmiah Geology yang juga dirilis melalui Videnskab, dokumen penelitian Geus
menyatakan bahwa bumi mengalami kepunahan massal sebelum adanya
pelepasan metana. Kepunahan massal terjadi antara dua titik puncak perubahan iklim yang diakibatkan metana di atmosfer dan karbon dioksida tetapi tidak terjadi secara bersamaan.
Studi ini bertentangan dengan teori kepunahan massal yang terjadi saat transisi dua periode geologi, Triassic dan Jurassic. Sekitar 201 juta tahun yang lalu, super-benua Pangaea
merupakan wilayah daratan tunggal terdiri dari semua benua yang ada,
kemudian terpecah dan membuat kehidupan di Bumi mengalami krisis parah
yang membunuh spesies hewan. Kerusakan didaratan tidak begitu buruk
meskipun tanaman banyak yang layu dan mati.
Dua Titik Puncak Perubahan Iklim
Bencana tersebut sering dijelaskan dengan teori yang diakibatkan vulkanik yang mengakibatkan terpecahnya Pangaea. Aktivitas gunung berapi
mengeluarkan karbon dioksida dan metana ke atmosfer, efek gas rumah
kaca yang menghangatkan iklim mungkin menyebabkan es di bagian bawah
lautan mencair. Kedua proses tersebut mungkin telah melepaskan gas rumah kaca (metana) hingga mempercepat perubahan iklim dan pemanasan global.
Kehidupan
di bumi telah dilanda kepunahan massal lima kali sejak 540 juta tahun
terakhir. Kepunahan massal terjadi pada transisi periode Ordovician dan
periode Silurian sekitar 443 juta tahun yang lalu, periode Devonian
Akhir sekitar 370 juta tahun yang lalu, akhir periode Permian sekitar
252 juta tahun yang lalu, akhir periode Triassic sekitar 201 juta tahun
yang lalu, dan transisi Cretaceous (Tersier) sekitar 66 juta tahun yang
lalu.
Banyak peneliti meyakini bahwa binatang dan tumbuhan tidak terlalu dipengaruhi letusan gunung berapi dan mampu bertahan dari karbon dioksida. Teori tersebut menyatakan: kehidupan di Bumi mengalami krisis perubahan iklim akibat efek rumah kaca dan pelepasan metana dari pencairan es didasar laut.
Penelitian
ini mempelajari inti yang diambil dari pengeboran bawah tanah kota
Stenlille, 30 km sebelah barat laut Kopenhagen. Lapisan bawah tanah
terbentuk selama periode transisi Triassic dengan periode geologi
Jurassic. Dengan analisis isotop karbon pada lapisan inti, mereka
menggambarkan grafik rinci tentang komposisi karbon atmosfer yang
berubah dari waktu ke waktu. Para ilmuwan membandingkan grafik tersebut
dengan analisis numerik dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan di berbagai
lapisan tanah.
Ketika dikombinasikan,
kedua sumber mengungkapkan sejauh mana perubahan iklim mempengaruhi
hewan dan tumbuhan di Bumi. Komposisi karbon di atmosfer sangat
mempengaruhi perubahan iklim bumi yang juga menentukan kondisi kehidupan
di Bumi. Lapisan bawah tanah yang terbentuk dari bahan organik dan
variasi karbon dalam materi ini memberikan indikasi adanya perubahan
iklim mendadak pada komposisi atmosfer.
Atmosfer saat itu tidak lagi mendukung, informasi penting tentang komposisi yang tersimpan dilapisan bawah tanah merupakan bukti adanya perubahan iklim yang dahsyat.
Perubahan Iklim Menghancurkan Ekosistem Laut
Grafik
penelitian isotop karbon dalam inti pengeboran menegaskan penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa transisi dari periode Triassic dengan
periode Jurassic memiliki dua titik puncak perubahan iklim
atmosfer. Puncak tersebut ditafsirkan sebagai pelepasan karbon dioksida
atau metana ke atmosfer dengan jumlah yang sangat besar.
Puncak
pertama melepaskan gas rumah kaca di atmosfer yang mungkin terjadi
dalam jangka panjang, dihasilkan dari aktivitas gunung berapi yang tidak
dengan secara langsung menyebabkan penurunan jumlah spesies hewan.
Bencana kehidupan di Bumi selanjutnya tidak ada hingga beberapa waktu
kemudian, saat itu tanaman hidup di Bumi mengalami masa kritis. Adanya
serbuk sari kecil dalam penelitian itu, hanya pakis dan tanaman spora
yang tampaknya terpengaruh akibat kondisi perubahan iklim ekstrim.
Bencana ini kemudian melanda lautan di mana hampir semua kehidupan didalamnya ikut terpengaruh. Pada periode ini, para peneliti tidak menemukan jejak kehidupan, bahkan plankton pun telah menghilang.
Gunung
berapi mengeluarkan sulfur dioksida yang menyebabkan hujan asam dan
pengasaman danau dan lahan basah. Ketika tanaman dan pohon mati, tidak
ada yang menjaga lapisan tanah sehingga terbawa ke laut. Sedimen
mengeruhkan air yang membuat hewan air kesulitan menyaring makanan, hal
ini membuat kelangsungan hidup terancam.
Puncak kedua perubahan iklim dipengaruhi adanya metana di atmosfer, menurut penelitian ini hal tersebut tidak menyebabkan bencana. Tetapi sebaliknya telah memberikan kehidupan baru bagi tanaman.
Setelah
puncak kedua perubahan iklim, vegetasi kembali terbentuk walaupun
beberapa spesies umum selama periode Triassic tidak hilang sepenuhnya,
pada puncak ini tanaman mulai tumbuh lagi. Tanaman dan hewan tidak
selalu bereaksi dengan cara yang sama terhadap perubahan iklim.
Kelangsungan Hidup Dipengaruhi Perubahan Iklim
Para
peneliti mempertimbangkan mengapa perubahan iklim sangat bermanfaat
bagi tanaman. Periode Triassic umumnya benar-benar hangat, kering
seperti gurun, tapi berubah menjelang akhir periode. Perubahan iklim di
Eropa Utara menyebabkan kelembaban, hutan dan rawa-rawa mendominasi
daratan.
Ketika periode Jurassic,
perubahan iklim menjadi lebih hangat dan mungkin basah di beberapa
musim. Karena banyak tanaman sudah disesuaikan dengan panas yang hebat,
perubahan iklim tidak bisa memusnahkan tanaman tersebut. Sebaliknya,
sejumlah besar karbon dioksida mungkin memperkuat pertumbuhan tanaman
ini.
Butuh waktu yang sangat lama
untuk memperbaiki kehidupan di laut. Para peneliti meyakini bahwa
perbedaan cara tumbuhan dan hewan memulihkan kondisi dari bencana dapat
terjadi akibat tingginya kandungan sulfur dioksida di atmosfer yang
diasamkan lautan, dan membuat kehidupan organisme laut menjadi sangat
sulit berkembang (seperti yang terjadi pada terumbu karang tropis).
Untuk
memastikan bahwa pengukuran ini tidak hanya mencerminkan kondisi di
daerah Stenlille, para peneliti membandingkan dengan serangkaian data
pada lapisan tanah di Inggris yang dibuat pada kondisi dan saat yang
sama, dan hasilnya tetap sama.
Hal ini merupakan salah satu alasan, Bumi saat ini sedang mengalami perubahan iklim akibat emisi karbon dioksida dan pemanasan global, kemungkinan alam telah mengembalikan kita pada periode tersebut. Perubahan iklim yang memusnahkan banyak spesis makhluk hidup tepat berada didepan kitaTransisi dari priode Trias hingga periode Jurassic memiliki konsekuensi besar bagi kehidupan di Bumi, dan semuanya diakibatkan karena fluktuasi yang relatif kecil dalam komposisi karbon atmosfer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, tetapi harus tetap jaga kesopanan ya broo !
Admin sangat memelukan kritik dan saran untuk kebaikan blog ini.
Thanks